Dakwah Pemberdayaan Masyarakat di Donggo dan Soromandi


Pada tanggal 10 Mei 2010, Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK) PP Muhammadiyah Jakarta menerima laporan tiga bulanan (tri wulan) dari Muhammad Guntur mengenai kegiatan dakwah da’i MTDK bulan Februari-April 2010. Guntur merupakan salah seorang da’i khusus di daerah terpencil Kabupaten Bima yang rajin mengirimkan laporan kegiatan dakwahnya. Bahkan, ia sempat mengirimkan laporan walaupun hanya dengan tulisan tangan. Di dalam laporan itu ia mengatakan mesin ketik yang dimilikinya tidak dapat digunakan. Kendala teknologi ternyata bukan hambatan baginya untuk memberikan laporan-laporan yang memang sangat dibutuhkan oleh MTDK bagi pengembangan dakwah  di daerah terpencil pada masa mendatang. Sehingga syiar Islam dapat sampai ke pelosok-pelosok negeri.
Muhammad Guntur, yang merupakan sarjana pendidikan ini mulai bertugas sebagai da’i khusus MTDK sejak September 2005. Ia ditugaskan di Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Kecamatan Donggo kini telah mengalami pemekaran wilayah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Donggo dan Soromandi. Setelah pemekaran wilayah, Guntur akhirnya ditugaskan di dua kecamatan itu.
Kecamatan Donggo memiliki luas wilayah sekitar 13.041 Ha atau 130.410 km2. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 7.741 jiwa dan perempuan 7.599 jiwa. Jumlah total penduduk Kecamatan Donggo yaitu 15.340 jiwa. Dengan demikian, kepadatan penduduknya adalah 118 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan Soromandi memiliki luas wilayah sekitar 33.508 Ha atau 335.080 km2. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.300 jiwa dan perempuan 4.030 jiwa. Jumlah total penduduknya yaitu 8.330 jiwa dengan kepadatan penduduk 92 jiwa/km2.
Di Kecamatan Donggo terdapat 7 Desa, yaitu Desa Doridungga, Desa O’O, Desa Kala, Desa Mpili, Desa Mbawa I dan Mbawa II, Desa Rora, dan Desa Nggeru Kopa. Di Kecamatan Soromandi terdapat 6 Desa, yaitu Desa Bajo, Desa Punti, Desa Wadukopa, Desa Kananta (Sowa), Desa Sai, dan Desa Sampungu
Kecamatan Donggo merupakan daerah kecamatan tertinggi di Bima dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut dan memiliki tingkat kemiringan yang cukup tinggi di hampi setengah dari luas wilayahnya. Di dalam laporannya Guntur menggambarkan salah satu tantangan dalam berdakwah di daerah itu adalah kondisi jalan raya di sekitar daerah terpencil di Kecamatan Donggo yang sangat sulit untuk dilalui kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil.
Kondisi jalan yang sulit dilalui ini, menurut penilaian Guntur, menyebabkan perkembangan pembangunan ekonomi maupun sosial agak sulit didambakan. Ditambah lagi ada sekelompok masyarakat yang mempertahankan adat atau kepercayaan pada benda-benda keramat. Kondisi yang demikian itu juga menjadikan daerah pesisir yang mayoritas penduduknya adalah muslim ini sebagai salah satu daerah yang rawan pemurtadan.

Sekilas Islam di Bima
Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun.
Ada beberapa pendapat mengenai proses masuknya Islam di Bima. Dalam buku Peranan Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara karangan M. Hilir Ismail, Islam tersebar di wilayah Lombok dan Sumbawa salah satunya dibawa oleh Sunan Prapen yang merupakan putra Sunan Giri pada 1540 – 1550 M. Arus Islamisasi yang besar juga berasal dari para pedagang Sulawesi sekitar 1617 M. Kesultanan Bima dalam kancah politik Nusantara, pada abad ke-17, banyak mengalami berbagai pergolakan, baik di dalam tubuh Bima sendiri maupun di wilayah timur Nusantara. Islam masuk ke wilayah pemerintahan Kesultanan Bima tidak terlepas dari pengaruh kerajaan-kerajaan di Makasar, khususnya Kerajaan Gowa. Hubungan bilateral Kesultanan Bima dengan Kerajaan Gowa terjalin dengan baik, karena persamaan ideologi kerajaan (Islam), juga karena adanya hubungan darah di antara pemegang kekuasaan kedua kerajaan.
Pada masyarakat Bima, tradisi Islam masih kental terlihat. Misalnya saja penggunaan Tembe Nggoli, yaitu sarung tenun tangan khas Bima yang dibuat dari benang kapas (katun). Wanita Bima memakai sarung sebagai pakaian “bawahan”, bahkan masih ada yang menggunakan dua buah sarung, yang disebut “rimpu”. Rimpu adalah cara wanita Bima menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya kelihatan wajah atau matanya saja seperti jilbab atau burqah. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut “rimpu mpida”.
Di Kecamatan Donggo dan Soromandi, menurut pengamatan Guntur, pada umumnya masyarakat secara mayoritas memiliki keterikatan social yang tinggi baik dalam hal bergotong royong, pengembangan desa, maupun hal yang lain seperti pernikahan. Kalau diadakan pernikahan secara Islami dalam lingkungan setempat dari RT hingga Kepala Desa masyarakat sama-sama menyumbang demi meringankan beban pada kalangan keluarga yang berhajat.
Kemudian urusan membangun rumah juga demikian. Mereka saling bantu-membantu. Guntur melihat kebiasaan ini masyarakat tetap pertahankan dan dibudayakan sesuai dengan ajaran Islam yaitu saling amal maruf dan mencegah kemungkaran atau saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan menentang segala keburukan.
Organisasi Islam juga sudah ada dan cukup memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan daerah itu. Organisasi yang ada itu antara lain Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang sama-sama telah mengembangkan pesantren untuk pembekalan pendidikan kepada masyarakat. Koperasi juga didirikan oleh Muhammadiyah untuk pengembangan ekonomi masyarakat.

Aktivitas Dakwah Da’i MTDK
Akhir-akhir ini berbagai cobaan seringkali menimpa penduduk di Kecamatan Donggo dan Soromandi. Menurut situs Suara NTB, nasib petani di Kecamatan Donggo dan Soromandi Kabupaten Bima, selalu kurang beruntung. Jika sebelumnya tanaman padi diwarnai gagal tanam, Februari kemarin mereka mendapat cobaan berupa serangan hama pada tanaman kedelai. Ratusan hektar tanaman kedelai rusak diserang ulat. Para petani di Kecamatan Donggo mengeluhkan kondisi itu sejak awal Februari lalu ketika hujan tak kunjung reda siang malam.
Di Soromandi, wilayah tetangga Kecamatan Donggo, kondisinya tidak berbeda. Di lahan mereka terlihat daun kedelai tidak lagi rimbun akibat digerogoti ulat. Jenis ulat dari ukuran kecil hingga sebesar jempol orang dewasa hinggap di daun dan dahan kedelai sembari mengunyah. Petani sudah cukup hafal, serangan ulat biasanya terjadi jika hujan turun malam hari. Apalagi hujannya cukup deras, maka petani tinggal “gigit jari” sembari menghitung kerugian.
Kekhawatiran petani juga tidak sampai di situ saja. Setelah serangan ulat mereda, dipastikan muncul serangan hama wereng yang biasanya hadir saat kedelai mulai berbuah. Sasarannya sama, daun kedelai yang subur. Sementara sepengetahuan petani, biji kedelai yang sehat tergantung kesuburan daun. Serangan ulat juga terjadi pada kacang dan jagung.
Melihat kondisi daerah yang seperti itu, maka selain mendidik dan mengajarkan masalah pentingnya pemahaman dan melaksanakan ajaran Islam yang baik dan sempurna dalam pengembangan dakwah di daerah sasaran, da’i MTDK juga membangun program dakwah yang bergerak di bidang pertanian. Apalagi memang kebanyakan masyarakat setempat menggantungkan diri di sektor pertanian. Usaha-usaha yang dilakukan misalnya bersama-sama masyarakat membangun gerakan peduli tani, mengadvokasi masyarakat agar mendapatkan perhatian dari pemerintah seperti pemberian bibit dan mesin untuk pertanian.
Dalam laporan sebelumnya yaitu laporan bulan Juli tahun 2009, Guntur menuliskan bahwa banyak masyarakat tertinggal yang diberikan pendalaman mengenai ajaran dan tuntunan Islam namun lemah dalam mempertahankan pengembangan ekonomi, baik ekonomi melalui pertanian seperti mengolah tanah, pengembangan bibit atau perbaikan sumber mata air sebagai factor utama untuk mengairi tanaman-tanaman di daerah sasaran dakwah.
Membiarkan ketertinggalan tentu tidak sesuai dengan hakikat Islam. Karena itu di daerah pesisir itu, da’i dengan kelompok pertanian masyarakat setempat berusaha membina masyarakat tertinggal melalui penyuluhan keagamaan sekaligus pembinaan masyarakat pertanian, agar kehidupan masyarakat dapat berubah baik dalam menjalankan ibadah khusus sesuai ajaran Islam maupun pengembangan perekonomiannya.
Pada Februari 2010 kemarin, Muhammad Guntur juga tetap fokus pada pengembangan dakwah Islam yang tidak melupakan upaya pengembangan ekonomi masyarakat. Beberapa kegiatan yang ia lakukan, yaitu mendidik dan mengajar masalah pentingnya pemahaman dan melaksanakan ajaran Islam yang baik dan sempurna; serta membantu masyarakat desa terisolir dalam pembinaan pengembangan pertanian.
Dalam kegiatan tersebut, yang utama dibekali adalah semangat kerja keras untuk mengubah tata kehidupan baik masalah agama, ekonomi maupun sosial. Guntur berharap dengan melaksanakan pendekatan dakwah seperti ini mudah-mudahan masyarakat setempat bisa tetap hidup lebih baik dan sejahtera. Ia juga memberikan motivasi dakwah agar mereka bekerja keras dan dapat mengeluarkan sebagian harta bendanya untuk kepentingan Islam seperti pembangunan Masjid, Mushollah dan Sekolah yang bernuansa Islam.
Pada bulan Maret 2010, untuk meningkatkan peran dakwah pada daerah sasaran baik yang berkaitan dengan akidah maupun amalan, da'i MTDK itu melakukan dakwah baik di rumah, majelis taklim, melalui seruan di mimbar dan di sekolah. Hal itu dilakukan semata-mata agar masyarakat sasaran dakwah memahami dan menerapkan seruan dakwah.
Sedangkan pada bulan April 2010, dilakukan pembinaan dalam hal sosialisasi ajaran Islam terutama sekali yang berkaitan dengan tujuan sasaran pada masyarakat khusus. Pada masyarakat khusus daerah terpencil perlu pemahaman yang serius tentang tujuan dakwah, karena mereka membutuhkan dakwah yang berulang-ulang terutama tentang sholat, zakat, puasa dan lain-lain. Di samping itu pembinaan-pembinaan yang lain untuk mendukung keberlangsungan kehidupan mereka juga terus dilakukan, seperti memompa semangat untuk bekerja keras, baik dalam pertanian, perkebunan, perdagangan dan lain - lain.
Dalam menutup laporannya, Guntur menuliskan bahwa berdakwah pada masyarakat desa terpencil supaya tidak lupa untuk meningkatkan usaha masyarakat setempat agar hasil dapat meningkat dan kehidupan masyarakat di desa tersebut sejahtera dan aman. Dengan pembinaan seperti ini masyarakat setempat dapat merasakan baik masalah pengetahuan agama, ekonomi dan sebagainya bisa berjalan dengan baik dengan ridho Allah Swt. [Laporan: Firmansyah/ Majalah Tabligh]

Belum ada Komentar untuk "Dakwah Pemberdayaan Masyarakat di Donggo dan Soromandi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel