Globalisasi Akan Membuat Ekonomi Islam Semakin Meluas

Indonesia memasuki era perdagangan bebas baru dalam satu kawasan ASEAN. Banyak perubahan yang akan terjadi dan berbagai dampak yang menimpa masyarakat. Pembaharuan ekonomi menjadi tantangan bagi umat Islam. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi ekonomi dan posisi kita dalam hal ini, Majalah Tabligh mewawancarai Dr. Anwar Abbas, MM. MAg. Beliau adalah pakar ekonomi Islam sekaligus Ketua PP Muhammadiyah yang membawahi Majelis Ekonomi. Kiprah beliau saat menjadi Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah periode yang lalu cukup baik. Mari kita simak pandangan dan pendapat beliau:

Dampak negatif apa yang akan dirasakan masyarakat Indonesia dari penerapan ekonomi kapitalis liberalis di Indonesia?

Ya pasti yang kuat, yang kaya dan yang punya kapital. Sementara yang lemah yang miskin dan yang tidak punya modal akan terpelanting. Akibatnya yang kaya tambah kaya dan yang miskin akan susah keluar dari kemiskinannya. Akhirnya terciptalah satu kehidupan yang eksploitatif dimana yang kuat, yang kaya dan yang punya kapital mengekploitasi yang lemah, yang miskin untuk keuntungan dan kepentingan mereka.

Bila ini yang terjadi maka kesenjangan akan semakin besar dan membesar. Bila hal itu sudah sampai ke titik nadirnya maka rakyat jelata yang ditindas dan tertindas selama ini akan menempuh caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah, sehingga terjadilah kekacauan dan apa yang dibangun selama ini akan hancur dan  eksistensi bangsa akan menjadi terancam.

Untuk menghindari hal itu orang menghimbau agar pemerintah turun tangan dan ikut campur dalam mengatur geraknya kehidupan perekonomian. Tetapi sayangnya setelah para politisi di parlemen membuat UU bersama pemerintah ternyata kepentingan yang dimenangkan dalam UU itu adalah kepentingan si pemilik modal yang kuat karena mereka mempergunakan kekuatan uang yang dimilikinya untuk mempengaruhi UU dan atau  kebijakan yang akan dibuat sehingga akhirnya nasib orang miskin tetap tidak tertolong. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi tindakan yang mereka lakukan yang merugikan rakyat tersebut malah mendapat justifikasi dan pembenaran dari UU dan kebijakan yang ada.

Itulah sebabnya  beberapa tokoh di negeri ini seperti Prof. Sri Edi Swasono dan Kwik Kwan Gie menolak keras kehadiran tokoh-tokoh Neo-Liberal untuk masuk ke dalam pemerintahan karena yang akan mereka perjuangkan lewat UU dan kebijakan ekonomi yang akan mereka buat bukan UU dan kebijakan yang akan membela dan melindungi rakyat tapi yang akan menguntungkan perusahaan-perusahaan besar, termasuk  perusahaan-perusahaan Trans-National Corporation.

Sebagai contoh hasil kerja dari tokoh-tokoh Neo-Liberal tersebut adalah lahirnya UU Migas,  UU tentang sumber daya air yang benar-benar tidak berpihak kepada terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga setelah melihat dampak buruk dari kehadiran UU tersebut Muhammadiyah melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Dan dalam perjuangannya Muhammadiyah berhasil menang di Mahkamah Konstitusi. Tetapi pemerintah yang sudah terkooptasi oleh tokoh-tokoh Neo-Liberal tersebut membuat kebijakan baru. Yang isi dan semangatnya sama saja dengan yang terdapat dalam UU yang ada sebelumnya.

Tampaknya para konglomerasi di negeri ini sudah sedemikian kuatnya mencengkramkan kakinya sehingga sangat sulit bagi pihak-pihak yang ingin membela ekonomi rakyat untuk bergerak dan mengimplementasikan keinginan dan cita-citanya.

Bukankah pasar bebas atau MEA sudah berlaku di Indonesia, lalu dampak negatif apakah yang akan dirasakan masyarakat dalam jangka waktu dekat?

MEA punya dampak positif dan negatif. Positifnya produk-produk Indonesia yang harganya kompetitif di pasar luar negeri tentu akan bisa dengan mudah  menembus pasar-pasar negara lain. Dan begitu pula sebaliknya produk-produk negara lain yang lebih kompetitive tentu akan dengan mudah pula masuk ke dalam negeri dan itu tentu jelas akan memukul industri dan usaha dalam negeri. Untuk itu tanggung jawab pengusaha dan pemerintah bagi  membuat industri dan usaha dalam negeri agar lebih kompetitif benar-benar menjadi tuntutan. Untuk itu peningkatan kualitas SDM perusahaan menjadi suatu kemestian yang tidak dapat dielakkan.

Oleh karena itu tanpa ada keseriusan dari pihak-pihak terkait untuk membenahi diri dalam segala sisi dan lini maka tentu saja industri dan usaha-usaha dalam negeri akan sangat terpukul dengan kehadiran MEA ini. Tapi kalau kita bisa berbenah dan membenahi diri kita dengan sungguh-sungguh saya yakin Indonesia akan bisa mengambil manfaat yang besar dengan kehadiran MEA ini karena pasar bagi penjualan barang-barang produk negeri ini akan semakin banyak dan luas. Dan itu jelas akan sangat menguntungkan bagi dunia usaha dan negeri ini.

Ekonomi Indonesia dihadapkan pada pilihan ideologis (Komunis, Kapitalis dan Islam). Bagaimana pandangan Bapak?

Apa bedanya ekonomi komunis dan kapitalis dengan ekonomi islam? Ekonomi komunis dan kapitalis adalah ekonomi yang bicara tentang kebutuhan dan kepentingan manusia terhadap barang dan jasa di dalam hidup mereka di dunia ini saja. Sementara dalam ekonomi islam kebutuhan dan kepentingan itu tidak hanya untuk dan bagi kehidupan di dunia ini saja tapi juga untuk kepentingan di akhirat kelak. Oleh karena itu kehidupan ekonomi dalam islam tidak hanya bisa dikelola dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal dan budaya semata seperti yang terdapat dalam sistem ekonomi komunis dan kapitalis tapi juga harus dengan wahyu atau dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

Melakukan dan mengembangkan pandangan ekonomi yang seperti ini di negeri ini atau indonesia adalah tidak terlarang bahkan dijamin dan dilindungi oleh negara sebab falsafah bangsa ini yaitu pancasila sila pertamanya adalah ketuhanan yang Maha Esa. Ini artinya setiap warga negara hendaklah memperhatikan dan mengembangkan sikap dan perilaku, termasuk dalam bidang ekonomi, yang sesuai dengan ketentuan ajaran agama yang dipeluknya. Yaitu bagi kita adalah ajaran islam. Bahkan sekarang ini, hal itu sudah dijustifikasi oleh UU, misalnya UU perbankan syariah, UU pasar modal syariah, UU produk halal dll.

Ini bermakna bahwa kita ummat islam secara konstitusional boleh dan diperkenankan untuk membangun dan mengembangkan ekonomi islam tanpa ragu dan takut karena sudah ada UU yang mengatur tentang itu. Bahkan sekarang masyarakat dan para pelaku pasar lagi marak  membicarakan masalah wisata syariah karena mengingat besarnya potensi pasarnya. Dunia sekarang sedang berebut untuk dapat memanfaatkan hal itu sehingga negara-negara seperti Singapura, Jepang dan Korea secara serius dan sungguh-sungguh berusaha untuk merebut sebesar-besarnya pangsa pasar kuliner dan wisata syariah ini. Dan Indonesia tentu juga dalam masalah ini tidak mau kalah.

Apakah ekonomi Islam masih bisa berkembang ditengah tantangan ekonomi global saat ini?

Ekonomi islam jelas tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat dunia bahkan nilai dari ajaran islam dalam bidang ekonomi akan diserap oleh para pelaku pasar, mungkin tidak dengan mempergunakan simbol-simbol islam tapi dengan mengambil substansinya karena mereka sadar bahwa sistem ekonomi yang ada hari ini ternyata telah gagal.

Sistem ekonomi hari ini memang telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi sistem ini gagal menciptakan pemerataan sehingga akibatnya kesenjangan  ekonomi antara satu negara dengan negara lain sangat tajam. Bahkan tidak hanya itu kesenjangan ekonomi antara penduduk di dalam satu negara saja juga sudah sangat lebar. Untuk kasus di Indonesia misalnya indeks gini kita sudah menunjuk angka 0,43 ini artinya 1% penduduk yang superkaya menguasai 43% nilai ekonomi yang ada di negeri ini. Ini jelas sebuah isyarat bahwa negara dalam  bahaya.

Yusuf Kalla mengatakan Arab Spring terjadi karena indeks gini mereka 0,45. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antara kaya dan miskin tidak boleh terlalu terjal dan ini adalah ajaran islam, karena Tuhan dalam kitab suci Al Qur’an sudah mengingatkan kita semua, terutama pemerintah agar jangan membuat kebijakan yang akan membuat harta dan kekayaan itu hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Sistem ekonomi yang punya instrumen untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan serta stabilitas adalah hanya sistem ekonomi islam. Adanya pelarangan terhadap praktek ribawi dan perilaku curang dalam berbisnis serta adanya perintah berzakat, infak, dan sedekah. Semuanya adalah sistem yang mendukung bagi meningkatnya pertumbuhan pemerataan dan stabilitas dalam satu tarikan nafas. Untuk itu mungkin menarik untuk menyimak apa yang dikatakan oleh Thomas J Sargeant, peraih hadiah nobel ekonomi tahun 2011, yang mengatakan; kalau Amerika dan Canada tidak mau krisis seperti tahun 2008 yang mereka alami terulang kembali maka Amerika dan Canada harus pindah dari Loan Financing kepada Equity Financing. Loan Financing adalah Conventional Banking System dan Equity Financing adalah Islamic Banking System. Memang dia tidak menyebut Islamic Banking System tapi isi dari Equity Financing itu adalah produk-produk yang ada dalam Islamic Banking System.

Jadi dengan demikian globalisasi tidak akan menjadi ancaman bagi Islamic Economic System bahkan globalisasi akan membuat ekonomi islam semakin meluas. Mengapa demikian karena ajaran yang dibawa oleh islam dalam kehidupan ekonomi tersebut adalah ajaran yang bersifat universal dan kebenarannya tidak akan bisa dibantah kalau kita akan bicara tentang penciptaan suatu kehidupan ekonomi yang mendorong terciptanya pertumbuhan dan pemerataan serta stabilitas secara harmonis.

Oleh: Dr. Anwar Abbas 

Belum ada Komentar untuk "Globalisasi Akan Membuat Ekonomi Islam Semakin Meluas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel