Visi Dakwah Indonesia 2040

Ustadz Fathurrahman Kamal, M.A. secara formal menjadi anggota Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PWM DIY pada tahun 2000-2005; 2005-2010 anggota MTDK PPM; 2010-2015 wakil ketua Majelis Tabligh PPM; dan setelah Muktamar-47 Makassar diamanahi sebagai ketua Majelis Tabligh PPM, 2015-2020.

Selain bergiat di Muhammadiyah, Ustadz Farthur juga aktif dalam dibeberapa tempat, diantaranya: membantu Amien Rais dan ustadz Yunahar Ilyas di Pesantren Mahasiswa Budi Mulia; forum diskusi seputar pemikiran dan peradaban Islam, Adab Institute; sebagai anggota Rabithah Da’i dan Ulama Asia Tenggara; anggota Ijtima’ Ulama Asia Tenggara di Kelantan; anggota Dewan Penasehat Bashaer Foundation Jakarta, Dewan Pembina AMCF Jakarta, dan membantu teman-teman di MIUMI DIY. Berikut ini adalah bincang-bincang Majalah Tabligh bersama beliau saat bertemu di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah Jakarta.

Sejak kapan mengenal dan berdakwah di Muhammadiyah ?

Saya berafiliasi kepada gerakan dakwah ini melalui beberapa tahap. Pertama, ketika masih berusia sekolah dasar di tahun 80-an, saya mengingat persis bagaimana persahabatan almarhum ayah saya dengan tokoh Muhammadiyah TGKH Abdul Harits, seorang ahli hadis yang telah puluhan tahun menimba ilmu di Darul Hadis Makkah. Kami tinggal di desa yang mayoritas warganya merupakan anggota Nahdlatul Wathan (NW). Bahkan guru ngaji pertama saya adalah seorang tokoh NW di desa. Namun demikian, dalam acara-acara hari besar Islam, ayah saya seringkali mengundang TGKH Abdul Haris sebagai penceramah. Di sini, secara emosional, saya bersentuhan dengan Muhammadiyah.

Kedua, intelektual. Pada tahun 1986, saat nyantri di Gontor Ponorogo, menunaikan amanah ayah yang telah wafat setiap pulang liburan akhir tahun dari Gontor saya selalu bersilaturahim dengan TGKH Abdul Haris sekaligus melatih kemampuan bertutur dengan bahasa Arab. Selain saya dapatkan dari para guru di Gontor, obrolan-obrolan dengan Tuan Guru semakin membentuk paham yang semakin jelas tentang “TBC” yang merupakan dakwah-mark Muhammadiyah. Selama nyantri, dan kemudian menjadi guru di KMI Gontor selama tiga tahun pula saya bisa bersentuhan langsung dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Bapak Habib Chirzin, Bang Din Syamsuddin, keduanya ketika itu tokoh pemuda Muhammadiyah. Pemikiran dan intelektualitas “ke-Muhammadiyahan” saya sejatinya mulai terbentuk di Gontor. Visi kemodernan pendidikan Gontor yang openmind dan berorientasi pada perjuangan keummatan sangat dekat dengan ruh Muhammadiyah.

Ketiga, spiritualitas dan organisasi. Tahun 1995, saya melanjutkan studi di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah. Selain ilmu-ilmu ke-Islaman yang saya pelajari dari para ulama di kota Nabi ini yang sangat dekat dengan model paham keagamaan Muhammadiyah, juga saya mulai intens berinteraksi dengan tokoh-tokoh politik dan reformasi pada tahun 1998, ketika menjadi pengurus keluarga besar mahasiswa Indonesia. Yang terpenting di antaranya ialah Prof. Dr. Amien Rais, lokomotif reformasi dan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Disini secara langsung saya belajar tentang ide-ide pembaharuan dan transformatif Muhammadiyah, paradigma dakwah, dan spirit amar ma’ruf nahi munkar dalam makna luas.

Sepulang dari Madinah, oleh almarhum Syamsurrijal, saya dipertemukan dengan Ustadz Yunahar Ilyas dan mengajukan diri sebagai pengajar AIK yang dikelola oleh LPPI. Bahkan beliau mengajak saya untuk membantu mengajar di Padepokan Budi Mulia, lalu mempertemukan saya kembali dengan Pak Amien sebagai ketua Yayasan Shalahuddin Yogyakarta, dan bahkan sampai menjadi “penjaga gawang” padepokan tersebut sejak awal tahun 2000. Di padepokan ini secara langsung ataupun tidak saya semakin mengilmui dan menghayati tentang Muhammadiyah dari tokoh-tokoh Persyarikatan seperti Pak Amien, Pak Syafi’i, Ustadz Yunahar, KH Suprapto Ibnu Juraimi, Pak Mukhlas Abror, Pak Haedar, Pak Adabi Darban, Pak Chairil Anwar, Prof. Ali Ghufron, Bang Said Tuhuleley, dan termasuk Pak Munir Mulkhan dan Prof. Amin Abdullah.
            Dari semua pengalaman tersebut, saya merangkai makna dan visi ber-Muhammadiyah pada diri saya.  

Dalam beberapa kesempatan ustad menyebutkan istilah manhaj tabligh. Apa yang dimaksud dengan “manhaj tabligh?

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam yang berkemajuan menyusun sejumlah konsep-konsep kunci dan rumusan-rumusan strategis yang menyangkut kehidupan manusia secara universal. Pemikiran ini dapat dikatakan sebagai “manhaj”/minhâj” karena mengandung pokok-pokok gagasan yang tersistematisasi sebagai sitem keyakinan, pemikiran, dan tindakan yang di dalamnya terkandung paham dan metodologi berpikir tertentu untuk melakukan suatu aksi atau gerakan. Manhaj yang mengandung sistem keyakinan, pemikian, tindakan tersebut secara keseluruhan menjadi manhaj gerakan. Manhaj gerakan yang tersistematisasi tersebut dapat pula dipersamakan dengan pandangan dunia (worldview) atau ideologi dalam makna yang luas, yakni seperangkat paham tentang kehidupan dan perjuangan untuk mewujudkannya menjadi kenyataan.

Memperhatikan serangkaian pemikiran ideologis diatas, lebih khusus lagi yang terkait dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi-munkar,  di luar pendekatan sosio-antropologis yang sangat kaya, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 perlu membuat landasan normatif (hujjah) yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah dalam memotret berbagai pokok-pokok permasalahan mendasar,  isu-isu strategis keummatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal dan berbagai pemikiran cemerlang lainnya  yang berkembang di Persyarikatan dan telah di­tanfidzkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Urgensinya perumusan manhaj tabligh?

Islam adalah agama wahyu yang memberikan perspektif yang holistik terhadap segala permasalahan kehidupan yang kompleks. Permasalahan kemanusiaan dan dunia, kapan dan di manapun tak dapat diselesaikan hanya dalam perspektif humanistik semata (sekuler). “Manhaj Tabligh” diharapkan menjadi acuan normatif dan neraca bersama di internal muballigh Muhammadiyah dalam merespon berbagai isu kekinian dan fenomena keberagamaan yang semakin kompleks. Manhaj Tabligh ini menjadi bagian yang sangat penting dalam Sistem Gerakan, yakni berkaitan dengan aspek-aspek nilai dan konsep mendasar dalam gerakan dakwah Muhammadiyah.

Tantangan dakwah terbesar di Indonesia ?

Problem terberat yang dihadapi oleh umat manusia dewasa ini ialah hegemoni dan dominasi keilmuan sekuler Barat yang mengarah kepada eksploitasi kemanusiaan, bahkan pada kehancuran. Gejala kehidupan anti-Tuhan tampak mulai kita rasakan. Dalam bahasa KH Ahmad Dahlan “mempertuhankan hawa nafsu”. Dalam Pernyataan Jelang Satu Abad disebut sebagai “kehidupan yang paradoks”. Selain masalah politik dan kepemimpinan umat, kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan lainnya, tantangan dakwah kita saat ini, dalam makna yang luas, ialah : sekularisasi kehidupanneo-kristenisasi (pemurtadan gaya baru); dan nativisasi (menghidupkan kembali kebudayaan lokal yang anismistik dan dinamistik). Termasuk dalam hal ini maraknya aliran menyimpang, terutama Syi’ah yang sangat ekspansif dengan ideologi menegakkan imperium Persia dan mitologi dendam sejarah.

Pesan untuk organisasi dakwah dan mubaligh?

Ormas-Ormas Islam dan seluruh Gerakan Dakwah di tanah air wajib duduk bersama untuk merumuskan tantangan dakwah bersama kita. Kita perlu membuat semacam common flatform dakwah di Indonesia setidaknya sampai pada tahun 2040 yang akan datang; kita petakan menjadi jangka pendek, menengah dan panjang. Dari sini kita bisa menyusun rencana dakwah strategis bersama dengan mengedepankan kebersamaan dan meninggalkan perbedaan-perbedaan yang bersifat parsial-furu’iyah. Silaturahim dan kerjasama antar-oramas perlu kita galakkan. Besar harapan kami, komisi dakwah MUI Pusat menjadi penggerak bagi terwujudnya Visi Dakwah Indonesia 2040.

Untuk para mubalig, luruskan niat dan arah kiblat perjuangan kita, terkhusus di Persyarikatan Muhammadiyah. Perdalam ilmu, kuatkan energi spiritual, kokohkan dan sinergikan jaring perjuangan dengan siapapun yang bertujuan menegakkan Islam di muka bumi ini. Lapangkan dada dalam perbedaan parsial. Ingat, kesempurnaan manusia, tinggi-rendah derajatnya di sisi Allah, di dunia dan akhirat berpangkal pada dua perkara : pengetahuannya tentang kebenaran (haq) dan sikap loyalnya memperjuangkan kebenaran tersebut!. “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai kekuatan-kekuatan dalam menegakkan kebenaran dan ilmu-ilmu yang tinggi lagi mendalam.” (QS Shâd/38 : 45).  Mujahid dakwah sejati siap berjuang membersamai, menjaga dan melindungi umat. Siap menunaikan amanah penderitaan umat. Sanggup sedia bertutur pada hidupnya :” kejayaan atau kesyahidan di jalan-nya!”

Belum ada Komentar untuk "Visi Dakwah Indonesia 2040"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel